Senin, 21 Maret 2011

Masyarakat Pulau Birandang “Maaghak Suwek”

           Kabupaten Kampar kaya akan seni dan budaya yang patut dikembangkan dan dilestarikan, selain bernilai pengembangan adat budaya juga dapat membangkitkan semangat terhadap generasi penerus dalam mendalami sejarah tetua sebagai pondasi menjalani masa depan terlebih lagi dalam mengembangkan potensi daerah untuk tujuan wisata dan menambah income bagi masyarakat dan daerah.   
           Satu acara yang sampai saat ini masih menjadi tradisi yang terus dikembangkan setiap tahun di Desa Pulau Birandang Kecamatan Kampar Timur yakni tradisi “maaghak suwek” (mengarak surat) sebagai tanda syukur kepada Allah SWT setelah hasil tanaman padi masyarakat dapat dipanen.        “Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun, dimana masyarakat memanjatkan rasa syukurnya kepada Allah SWT atas hasil jerih payah masyarakat dalam menanam padi dengan cara panen bersama, diiringi acara adat masyarakat yang sudah turun temurun yakni dengan ’Maaghak Suwek (mengarak surat”, demikian Ketua Dewan Kesenian Kampar (DKK) Syamsul Mokhamar, S.Ag kepada Seputar Kampar belum lama ini di Bangkinang.
        Ini merupakan tradisi asli masyarakat Kampar yang hanya ada di Kecamatan Kampar Timur tepatnya di desa Pulau Birandang, biasanya acara ini dilaksanakan setelah musim menuai padi sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat kepada yang maha kuasa atas hasil panen yg diterima pada tahun itu.
Acara maaghak suwek biasanya ditentukan hari pelaksanaannya oleh ninik mamak dan perangkat desa untuk seterusnya diberitahukan kepada seluruh masyarakat. Acara dimulai pada pagi hari dengan membawa kitab suci Alqur'an yang dibentang diatas dulang/tadah dan dijunjung oleh seorang pemuda dalam sebuah arakan yg terdiri dari pembawa beberapa buah anggau (sejenis umbul2 berbentuk orang2an).
Kemudian, barisan musik tradisi dikiu gubano dan iring2an pemuda dan masyarakat ikut meramaikan arak-arakan. Arak-arakan ini berkeliling kampung menyusuri sepanjang jalan desa melantunkan syair berzanzi diiringi dentuman gendang dikiu gubano, hingga siang hari barulah sampai pada tempat finish yaitu alun-alun atau balai tempat pemuka masyarakat dan orang ramai menanti. Selanjuttnya acara berdo'a bersama sebagai wujud syukur kpd Allah SWT dan dilanjutkan degan makan bersama
 “begitulah cara masyarakat Kampar mensyukuri nikmat Allah SWT atas hasil panen padi yg diterima setiap tahunnya”, kata Syamsul lagi.
Kepala Desa Pulau Birandang H Khaidir yang dimintai penjelasannya tentang tradisi adat turun temurun ini menyebutkan bahwa acara panen bersama dengan acara adat ini dilakukan setiap setahun sekali, “Biasanya dilaksanakan pada bulan Maret atau paling cepat bulan Februari, katanya menjawab Koran Riau, Selasa (2/11) kemarin.
Acara ini dinamakan “Musim Tanam Tahun Besar”, dimana padi yang ditanam oleh masyarakat yakni padi lokal, semua masyarakat yang memiliki hamparan padi melakukan acara tanam padi secara bersamaan, kemudian panen juga dilakukan bersama-sama,  Diatas hamparan sawah sekitar 700 ha itu masyarakat melakukan panen bersama yang biasanya dilakukan pada 4 titik yang dikunjungi yang ditaburkan setawar sedinginnya pada padi yang sudah agak menguning.
Kemudian satu atau 2 hari padi baru bisa dipanen, masyarakat melakukan arak-arakan keliling dengan membaca doa-doa barulah dilaksanakan panen bersama dilanjutkan dengan acara makan bersama, jelasnya. (nty)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI BLOGERKU